Jumat, 06 November 2015

Review Call Of Duty Ghost





Call of Duty adalah game FPS dengan mode single player terbaik di industri game, ungkapan yang satu ini tentu saja menjadi pernyataan yang paling sering Anda dengar ketika pembahasan mengenai game-game militery shooter mengemuka di dunia maya. Konsep menarik yang ditawarkan oleh Call of Duty 4: Modern Warfare yang membawa perang sinematik modern tumbuh menjadi pondasi kebangkitan, tidak hanya franchise ini, tetapi game FPS secara keseluruhan. Formula sukses inilah yang kemudian berusaha diikuti oleh lebih banyak produk, termasuk oleh seri Call of Duty itu sendiri. Kesuksesan ini melahirkan kebijakan rilis tahunan, dan akhirnya tiba di Ghosts yang akan mewarnai tahun 2013 ini.

Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah mendapatkan sedikit gambaran akan apa yang sebenarnya ditawarkan oleh COD: Ghosts ini, terutama lewat kehadiran mode single player yang memang menjadi kekuatan utamanya. Menarik untuk diantisipasi, mengingat ini menjadi kesempatan pertama untuk melihat kekuatan visual yang ia tawarkan, mengingat posisi COD: Ghosts yang memang digembar-gemborkan sebagai sebuah produk next-gen. Lahir sebagai seri baru dari Infinity Ward – yang notabene merupakan otak di balik trilogi Modern Warfare di masa lalu membuat ada begitu banyak antisipasi yang kuat untuk seri yang satu ini. Terpenuhi atau tidak? Ini menjadi pertanyaan kedua yang krusial.

Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Call of Duty: Ghosts? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah seri untuk awal yang baru?

Plot



Kekuatan sumber daya dan ekonomi akhirnya mendorong lahirnya The Federation – sebuah perserikatan negara-negara Amerika Selatan. Mulai berambisi menguasai lebih banyak negara, The Federation akhirnya tiba di Amerika Serikat. Mereka bahkan berhasil menguasai ODIN – senjata luar angkas milik negara super power tersebut.

Keluarga adalah harta yang paling berharga, tidak hanya untuk anggota keluarga satu sama lain, tetapi juga untuk negara. Ini mungkin menjadi kalimat yang paling tepat untuk menggambarkan jalinan plot inti yang berusaha ditawarkan Infinity Ward di Call of Duty: Ghosts. Intinya sendiri masih belum lepas dari benang merah klise yang seolah menjadi standar cerita untuk setiap game FPS military shooter yang meluncur ke pasaran. Benar sekali, ini kembali soal Amerika dan supremasinya di bidang militer dan bagaimana negara ini akan bertahan dari segala jenis serangan. MURICA!

Apalah artinya Amerika Serikat tanpa sumber daya yang cukup untuk memutar roda perekonomian mereka? Skenario inilah yang terjadi di COD: Ghosts. Setelah terputusnya pasokan minyak mentah dari Timur Tengah, posisi Amerika Serikat sebagai negara super power kini mulai tergerus oleh negara-negara Amerika Selatan yang kini memegang pasokan minyak terbesar di dunia. Tergabung dalam The Federation, negara-negara ini tidak hanya memperluas kekuasan di bidang ekonomi, tetapi juga lewat kemampuan militer. Invasi terbuka yang dilakukan akhirnya tiba di Amerika Serikat. Puncaknya? Dengan dikuasainya senjata luar angkasa – Odin.



ODIN membuat Amerika Serikat luluh lantak. Namun tidak menyerah, gelombang pertahanan pun lahir. Termasuk salah satunya dari Logan dan Hesh, dua bersaudara.



Dengan sepak terjang yang sudah terbukti, Hesh dan Logan akhirnya bergabung dengan pasukan khusus nan misterius – Ghosts di bawah bimbingan sang ayah – Elias.



Pertempuran besar pun dimulai, apalagi dengan keterlibatan Rorke – sang pembelot Ghosts di sisi The Federation.

Invasi yang dilakukan pasukan The Federation membuat Odin berbalik menyerang “tuannya” sendiri Amerika Serikat. Amerika Serikat pun berada di ujung kehancuran, dengan kekuatan minimal untuk menahan invasi The Federation yang gencar. Salah satunya muncul dari anggota pasukan khusus yang cukup disegani – Ghosts. Dengan topeng bermotif tengkorak khasnya, Ghosts dikenal sebagai unit yang tidak pernah gagal mengemban misi apapun yang diserahkan kepada mereka. Anda sendiri akan berperan sebagai seorang Ghosts muda – Logan yang ikut bergabung bersama dengan saudara laki-laki Anda – Hesh. Seperti sebuah reuni akbar, Logan dan Hesh berjalan di bawah komando sang ayah – Elias, seorang veteran Ghosts yang terpanggil kembali untuk menghidupkan unit khusus ini. Pertempuran besar pun dimulai untuk mengembalikan supremasi Amerika Serikat, dengan begitu banyak misi yang tersebar tidak hanya di darat, tetapi juga laut, bahkan luar angkasa. Perjalanan mudah? Tentu saja tidak. Apalagi ketika usaha ini dihadang oleh Gabriel Rorke – mantan anggota Ghosts terbaik yang kini justru bekerja di bawah The Federation. Balas dendam menjadi motif utama.



Gabriel Rorke – sang “hantu” yang paling disegani Ghosts kini berada di sisi sebaliknya. Pertarungan besar pun tidak terhindarkan.



Can they win this war?

Mampukah The Ghosts mengembalikan kembali supremasi Amerika Serikat dan menundukkan The Federation? Apa yang sebenarnya terjadi pada Rorke? Apa yang sebenarnya ia rencanakan? Semua pertanyaan ini bisa Anda jawab dengan memainkan Call of Duty: Ghosts ini.

Pantaskah Disebut Next-Gen?



Sebagai game yang digembar-gemborkan sebagai proyek next-gen, Ghosts masih tidak mampu menghasilkan visualisasi yang memesona untuk membuktikan status tersebut.

Sebelum kita masuk ke dalam mekanik gameplay atau inovasi apa yang mereka tawarkan di level lebih dalam, ada begitu banyak pertanyaan yang masih mengemuka kuat di level permukaan, apalagi membahas status COD: Ghosts sebagai sebuah proyek next-gen. Seperti yang bisa kita bayangkan, next-gen selalu berasosiasi dengan tingkat visualisasi yang lebih mumpuni, dengan segudang physics dan fitur yang sebelumnya tidak bisa diterapkan. Sebagai proyek next-gen, antisipasi terhadap eksistensi Ghosts tentu saja tidak bisa dipisahkan dari hal yang satu ini. Lantas, pantaskah COD: Ghosts disebut sebagai sebuah game yang benar-benar memaksimalkan potensi next-gen?

Dengan kebutuhan spesifikasi RAM hingga 6 GB (yang ternyata merupakan sebuah kebohongan), status tersebut seolah kian jelas. Namun begitu Anda menjajalnya secara langsung? Ada begitu banyak pertanyaan besar di sisi visual, apalagi jika dibandingkan dengan produk kompetitor tetangga yang memang tampil habis-habisan dengan engine teranyar mereka. Efek cahaya memang tampil lebih baik di Ghosts, namun tidak di sisi tekstur yang ada. Anda akan menemukan begitu banyak low-resolution texture berterbaran di sepanjang permainan, dan akan sangat mudah dilihat jika Anda memainkannya di monitor yang cukup besar. Tulisan kabur, batu tanpa tekstur, hingga detail ledakan dan asap yang tidak menawarkan detail apapun pantas menjadi catatan. Ini seperti sebuah engine lawas dengan sedikit permak. Berharap ekstra kehancuran untuk keuntungan strategis? Sayangnya, tidak ada fitur seperti ini.



Efek cahaya boleh terbilang salah satu elemen yang disempurnakan dan memang membuat Ghosts terlihat indah. Namun ketika Anda memerhatikannya lebih dalam? Game ini dipenuhi dengan low res texture.



Rumput next-gen? Nope!



Efek asap next-gen? Nope!



Detail beton next-gen? Nope!



Efek air next-gen? Still nope!

Pantaskah disebut next-gen? Sejauh yang kami pandang dan jika dibandingkan dengan kualitas visual game next-gen lain yang bertebaran, Activision punya PR besar untuk membuat COD pantas menyandang nama tersebut. Kecuali, jika Activision memang mengemban kebijakan yang sama dengan EA Sports dan 2K Sports, dimana engine untuk current gen dan konsol next-gen dibuat terpisah.

Woof Woof!



Sebagai sebuah game FPS, Ghosts masih menawarkan mekanik dan misi gameplay yang sama. Menembak setiap musuh yang Anda temui, bertahan hidup, serangkaian QTE, dan cut-scene tentunya.

Memang sulit untuk mengharapkan sebuah inovasi yang luar biasa dari sebuah game FPS. Karena pada dasarnya, terlepas dari apapun mimpi Anda, game FPS selalu berkisar tentang bergerak dari point A ke poin B, bertahan hidup, cut-scene, dan akhirnya bertemu dengan akhir chapter, yang kemudian berulang kembali. Siklus ini tampaknya tidak akan berhenti di Call of Duty: Ghosts ini. Anda masih akan bertahan dengan mekanik gameplay yang sama. Seperti seri COD sebelumnya, ada varian senjata yang ditawarkan namun tidak menghasilkan pengalaman unik berbeda satu sama lain. Recoil tidak pernah menjadi masalah dan Anda bisa menembak membabi buta untuk menetralisir setiap ancaman yang ada.

Salah satu inovasi yang berbeda mungkin karena kehadiran sosok sang anjing – Riley, yang ikut dalam beberapa misi di awal. Anjing militer yang satu ini memang sudah menjadi nilai jual utama yang ditawarkan Infinity Ward sejak COD: Ghosts diperkenalkan pertama kali ke publik. Riley disebut sebagai kunci untuk menghadirkan pengalaman COD yang berbeda, bahkan menjadi sentral cerita. Ada begitu banyak spekulasi menyebar di dunia maya, bahkan memprediksikan kematian Riley sebagai event emosional menggugah yang membuat Ghosts terasa istimewa. Hasilnya? Woof woof!


Woof! Woof!



Riley sebenarnya diposisikan tidak banyak berbeda dengan teman AI Anda – Hesh. Hanya saja, ia dapat diperintah secara manual untuk menyerang target tertentu.



Di beberapa misi, Anda bahkan bisa mengendalikan Riley sendiri, dimana Anda diceritakan terhubung dengan kontrol milik Logan. Bagaimana rasionalisasi scene ini? Frak logic!

Bertempur bersama dengan Riley tidaklah berbeda ketika Anda bertempur bersama dengan AI teman yang lain. Ia tidak dapat mati karena terjangan peluru dan hanya terhenti selama beberapa saat ketika serangan semakin brutal. Perbedaannya? Anda bisa menekan tombol Q untuk meminta Riley menyerang musuh-musuh yang sulit untuk Anda jangkau, terutama mereka yang bersembunyi ketat di belakang tembok pelindung. Indikator orange akan memperlihatkan posisi Riley. Tidak hanya komando seperti ini, beberapa chapter bahkan memungkinkan Anda untuk berperan sebagai Riley sendiri. Anda bergerak dan membantu Logan dan Hesh menginfiltrasi lokasi yang dipadati oleh tentara Federation. Berlari dan bersembunyi, Anda bisa mengakhiri nyawa tentara ini dengan cepat. Masalahnya? Tidak ada penjelasan lebih yang rasional bagaimana Anda bisa mengendalikan seekor anjing dan diperintah sebebas yang Anda inginkan. Namun seperti seri game lainnya, rasionalitas tidak pernah menjadi bagian penting. Another woof woof!

Mengejutkannya? Riley ternyata tidak berperan begitu penting dalam gameplay dan cerita. Dia bukanlah anjing yang akan mengikuti Anda dari awal hingga akhir permainan. Prediksi bahwa ia akan menjadi salah satu tokoh sentral terbantahkan ketika Anda memainkan COD: Ghosts ini dalam progress yang cukup jauh.



Selain Riley, Infinity Ward juga tampak berusaha mengimbangi Battlefield dengan misi-misi yang memungkinkan Anda untuk mengendari kendaraan berat sekelas tank dan helikopter.



Tipikal game arcade, pergerakan kedua kendaraan ini sangat licin, seperti tengah meluncur di atas danau es.

Elemen lain yang membuat COD: Ghosts berbeda juga karena keinginan Infinity Ward untuk menyuntikkkan sedikit cita rasa “Battlefield” ke dalam seri ini. Seri-seri sebelumnya memang mengakomodasi kebutuhan Anda untuk peran peralatan canggih dan berat dengan beberapa segmen kecil, dimana Anda mengendalikan kontrol misil UAV atau bahkan satelit sekalipun. Namun di COD: Ghosts, kesempatan untuk mengendarai kendaraan militer berat ala Battlefield akhirnya hadir. Anda bisa mengendarai helikopter dan tank di beberapa chapter misi. Tetapi jangan berharap Anda akan menemukan kontrol kendaraan “realistis” ala Battlefield. Seperti meluncur di atas danau es, semua gerak kendaraan ini terasa sangat licin dan cepat, terasa aneh untuk insting gaming Anda sendiri. Manuver mustahil ala game arcade terasa kentara. Tank secepat mobil atau helikopter yang bisa seenaknya maju dan mundur secara stabil dan cepat? Infinity Ward punya pekerjaan rumah yang besar di sektor ini.

Masih Penuh dengan “WOW” Effect!



Dengan tujuh tahun sepak terjang yang menawarkan mekanik yang sama, COD seharusnya sudah kehabisan ide untuk terus meluncurkan cut-scene yang cukup untuk memukau Anda. Namun siapa yang menyangka, Infinity Ward tetap berhasil melakukan hal tersebut di Ghosts.

Berapa banyak seri Call of Duty yang sudah Anda mainkan sejak Call of Duty 4: Modern Warfare memperkenalkan cut-scene sinematik ala Hollywood yang luar biasa? Jika menghitung berdasarkan kebijakan rilis tahunan yang ada, maka ada lebih dari tujuh buah game Call of Duty yang mengusung konsep dan nilai jual yang sama. Dengan begitu banyak adegan sinematik yang sudah ditawarkan Infinity Ward dan Treyach, hampir tidak mungkin rasanya untuk menemukan kembali momen-momen yang cukup untuk membuat Anda terkejut dan terpukau. Bagaimana tidak? Selama tujuh tahun, Anda sudah menyaksikan perang dunia ketiga, invasi para drone ke Amerika Serikat, misi Sniping legendaris, ledakan bom atom, hingga kematian banyak karakter ikonik yang mengejutkan. Masih mampukah Call of Duty membuat Anda terkejut dan terkagum-kagum? Tidak bisa disangka, iya.

Entah mengapa, selalu ada sesuatu yang berbeda ketika Call of Duty ditangani oleh Infinity Ward daripada Treyach. Developer yang satu ini seolah tidak peduli dengan segudang fitur dan ragam mekanik baru yang mati-matian berusaha disuntikkan Treyach di Call of Duty: Black Ops II misalnya. Tidak hanya sekedar FPS, Treyach berusaha menyuntikkan mode strategy, tower defense, hingga multiple ending ke dalam seri tersebut. Berhasil atau tidak? Masih menimbulkan perdebatan panjang. Namun Infinity Ward hadir dengan apa yang membuat mereka dikenal selama ini – sebuah game FPS murni dengan kemampuan sinematik dan cerita tiada banding. Tidak ada tetek bengek seperti yang berusaha dilakukan Treyach, hanya sebuah game FPS ala Modern Warfare. Kesederhanaan yang masih mampu melahirkan efek “WOW” di Call of Duty: Ghosts.



Masih ada begitu banyak cut-scene epik yang akan membuat Anda terpukau.



Is that….. Holy *piiipp*

Ada begitu banyak cut-scene dalam skala destruktif masif yang akan membuat Anda terpesona dan jatuh cinta, menghadirkan sensasi yang masih tetap menggugah. Fakta bahwa karakter seperti Logan dan Hesh didesain sebagai kakak adik juga menawarkan potensi keterlibatan secara emosional, terutama ketika seri-seri Ghosts terbaru meluncur di masa depan. Ledakan besar, slow motion, event yang tidak bisa diprediksi sebelumnya, kamera sinematik, dan voice acts yang tetap hidup membuat single player COD: Ghosts tetap memesona.



Tidak hanya cut-scene, varian setting pertempuran juga menghasilkan sesuatu yang menyegarkan. Dari pertarungan bawah laut.



hingga luar angkasa. Infinity Ward benar-benar tidak menahan diri.

Namun bukan hanya sekedar cut-scene saja yang membuat pengalaman ini luar biasa, tetapi juga fakta bahwa Infinity Ward tidak pernah membatasi diri mereka untuk melemparkan ide-ide gila dan mengimplementasikannya ke dalam gameplay. Pertarungan bawah laut dengan detail gelembung kecil yang meluncur setiap kali Anda menembakkan senjata Anda serta ancaman ikan hiu yang begitu menakutkan hanyalah sebagian kecil dari nilai jual ini. Atau pesona yang ditawarkan oleh misi yang meminta Anda untuk menginfiltrasi gedung tinggi di kala malam, dalam kesunyina. Siapa yang pernah membayangkan sebuah pertempuran senjata api di luar angkasa, vakum tanpa gravitasi, dimana Anda bergerak bebas di tengah satelit yang hancur? Well, Infinity Ward did and it’s awesome!

Kesimpulan



Ghosts akan menjadi awal baru untuk sebuah cerita yang menarik untuk terus dieksploitasi di masa depan. Tidak sesempurna Modern Warfare pertama memang, namun ada ekspektasi dan ketertarikan tersendiri untuk mengikuti arah baru Ghosts ini.

Pernyataan bahwa Call of Duty adalah sebuah epitome untuk mode single player game-game bergenre FPS memang sulit untuk diganggu gugat. Terlepas dari usianya yang sudah mencapai lebih dari tujuh tahun dan mekanik gameplay yang tidak banyak berbeda di setiap serinya, game yang satu ini masih tetap mampu menawarkan kualitas yang pantas untuk diacungi jempol. Kualitas sinematik, variasi setting misi, hingga beragam cut-scene senimatik yang epik masih akan membuat Anda terpesona dan setuju bahwa seperti inilah sebuah mode single player FPS seharusnya dibuat. Namun di luar semua, Call of Duty: Ghosts hampir tidak menawarkan sesuatu yang baru.

Ada beberapa kelemahan yang pantas untuk dicatat, terlepas dari mekanik repetitif yang memang sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah game FPS. Salah satu yang cukup mengecewakan adalah mekanik kontrol kendaraan di misi yang terasa sangat arcade, seolah Infinity Ward tidak ingin ambil pusing untuk merepresentasikan feel tank atau helikopter yang lebih realistis. Rasanya seperti memainkan game klasik Army Men 3D zaman dulu, hanya saja dipermak ke dalam sudut pandang orang pertama. Gerak kendaraan terasa sangat licin tanpa hambatan, seolah angin dan permukaan jalan tidak memberikan feel apapun. Peran Riley yang ternyata tidak sebesar yang dibayangkan juga menjadi catatan tersendiri. Namun kelemahan paling besar? Terlepas dari semua ledakan dan perang bombastis yang ia tawarkan, Ghosts tetap terjebak pada desain plot yang sangat klise.

Namun terlepas dari semua kekurangan ini, COD: Ghosts masih mampu membuktikan diri sebagai game yang pantas untuk dijajal di mode single player, termasuk Anda yang mungkin sudah angkat tangan dan menyerah untuk mencicipi lagi franchise ini. Ghosts akan menjadi awal baru untuk sebuah cerita yang menarik untuk terus dieksploitasi di masa depan. Tidak sesempurna Modern Warfare pertama memang, namun ada ekspektasi dan ketertarikan tersendiri untuk mengikuti arah baru Ghosts ini. Kejutan apa lagi yang bisa mereka tawarkan setelah perang bawah laut dan luar angkasa untuk membuat gamer terpukau? Ini akan menjadi tugas yang berat bagi Infinity Ward.
Kelebihan



Variasi setting perang yang ditawarkan pantas mendapatkan acungan jempol.
Cut-scene sinematik yang tetap memesona
Desain karakter dan voice acts jempolan
Perang bawah laut dan luar angkasa yang terasa berbeda

Kekurangan



MURICA!

1.Plot yang terasa klise
2.Visualisasi yang tidak merepresentasikan kualitas next-gen
3.Riley yang ternyata tidak berperan banyak dalam cerita
4.Kontrol kendaraan yang jauh dari kata realistis

Cocok untuk gamer: penggemar military shooter yang epik, yang tidak suka dengan arah Treyach di Black Ops II

Tidak cocok untuk gamer: penggemar military shooter simulasi, gamer shooter yang menginginkan lingkungan yang bisa dihancurkan



0 komentar:

Posting Komentar